Jumat, 11 Juli 2014

Nasionalisme kedua ala Mahasiswa - M.Faruq Ubaidillah- The Former President of ESA 2013-2-14

Nasionalisme kedua, sebagaimana yang telah diucapkan dan menjadi harapan semua pihak sejatinya merupakan pertanyaan terhadap peran dan fungsi mahasiswa pada umumnya. Bukan hanya sekedar perntanyaan skeptis yang ditujukan kepada mahasiswa namun juga menjadi suatu acuan untuk pengembangan peran dan fungsi mereka di dalam pergulatan intelektualitas nyata. Hal seperti ini biasa dilakukan oleh para mahasiswa baik di panggung perpolitikan kampus maupun mimbar bebas akademik (Fadjar A. M. dan Effendy, M., 2013:48). Namun kenyataannya, akhir-akhir ini muncul perdebatan tentang apakah peran tersebuat telah terpenuhi dengan optimal dan maksimal baik di dalam tubuh organisasi intra kampus maupun ekstra kampus. Kenytataan masih belum. Mahasiswa yang dijuluki agent of change di zaman kontemporer ini memiliki tugas yang cukup berat untuk menghidupkan kembali jiwa nasionalisme kebangsaan melalui forum-forum ilmiah atau mimbar intelektual yangmenjunjung tinggi nila-nilai kesantunan dan disiplin ilmu pengetahuan.
Dalam konteks ke Indonesiaan, misalnya, masih terdapat banyak sekali organisasi-organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra yang belum sama sekali mewujudkan nilai-nilai tersebut. Mereka memilih untuk berjibaku di jalan raya menyuarakan suara rakyat sambil memikul bendera kebanggaan mereka masing-masing. Hal ini sebetulnya baik dan tidak bersifat riskan apabila tidak disertai dengan sikap-sikap fanatik demonstrasi yang merusak, membakar, dan mengganggu individu-individu lainnya yang juga memiliki hak untuk menggunakan fasilitas-fasilitas umum di luar sana. Namun kenyataannya masih banyak dari mereka yang tidak memperhatikan hal tesebut dengan berdalih ‘satu aksi satu hati’. Apakah seperti itu peran mahasiswa yang sebenarnya? Lain halnya dengan organisasi mahasiswa intra kamus yang terkenal lebih aktif dalam pergulatan intelektualitas di dalam kampus. Mereka yang tergabung didalam aliansi ini lebih cenderung bersikap sentimen yang akhirnya mereka bawa ke ranah personal tanpa akhir.
Dalam kaitannya menghidupkan kembali sikap nasionalisme kedua ini, peran dan fungsi mahasiswa perlu diarahkan ke arah yang lebih positif dan prospektif. Dalam pembahasan nasionalisme kedua ini juga harus lebih diartikan sebagai upaya untuk merekonseptualisasikan paham kebangsaan indonesia dan menumbuhkan sikap nasionalisme baru sehubungan dengan perubahan-perubahan yang bersifat global dan menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa dalam ranah intelektualitas dan mimbar bebas akademik. Perubahan sikap fanatik yang salah harus dimulai dari sistem ‘turun jalan’ yang dilakukan mahasiswa menjadi sistem ‘naik mimbar akademik’. Etika haruslah dijadikan tombak dalam menyikapi setiap permasalan-permasalahan atau isu sosial politik lokal dan interlokal. Arogansi dan sentimen-sentimen yang mengarah kepada perpecahan solidaritas mahasiswa khususnya di dalam kampus perlu dihilangkan dengan semangat kebhinnekaan di dalamnya. sehingga mahasiswa dapat menyatukan visi dan misi mereka yang berbeda di dalam satu wadah inteletualitas dan mimbar akademik.
Posisi mahasiswa inilah yang nantinya akan menentukan jalan peran dan fungsi mereka sebagai insan muda intelektual. Mahasiswa sekarang ini tidak lagi dilihat sebagai elite ekskluf dibanding pada masa kebangkitan nasional dahulu. Jika nasionalisme pada masa penjajahan muncul serentak, itu sudah wajar mengingat pada masa itu penjajahan membabi-buta disetiap daerah di Indonesia. Pada masa sekarang ini, kebangkitan nasionalisme mahasiwa lebih mengarah kepada cara menyikapi tantangan dunia global dengan cepat dan tepat. Dalam hal ini paling tidak terdapat dua faktor penentu yang harus dimiliki mahasiswa dalam menghidupkan kembali semangat juang nasionalisme.
Pertama, mahasiswa merupakan asset masa depan bangsa yang lebih berkesempatan dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan bahasa untuk menjawab tantangan hidup di zaman global ini. Sehingga dengan begitu idealisme mereka akan lebih mudah diimplementasikan. Semangat juang di ranah intelektualitas, mimbar akademik, dan pengabdian masyarakatpun akan terwujud dengan sendirinya.
Kedua, mahasiswa adalah kelompok strategis untuk mengembangkan pola pikir kritis dalam membantu kemajuan pembangunan. Di sektor pendidikan misalnya, sebagaimana yang telah diusung ole setiap Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta mengarahkan mahasiswa untuk mewujudkan penelitian, pendidikan, dan pengabdian ke ranah sosial akademik nyata. Karya-karya ilmiah dan kreasi mahasiswa harus lebih dioptimalkan kembali sebagai tempat pengejawantahan nilai-nilai penelitian. Dalam hal pendidikan, baik peserta didik yaitu dalam konteks ini adalah mahasiswa maupun pendidik yaitu dosen harus bersama-sama menamkan dan mengfusikan nilai-nilai karakter pendidikan seperti kejujuran, keadilan, tenggang rasa, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Dalam ranah sosial budaya, pengabdian adalah point yang juga tidak bisa begitu saja diabaikan karena inilah yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan teori-teori pembelajaran dan penelitian yang dipelajari oleh mahasiswa. Pengabdian masyarakat dalam hal ini dapat diwujudkan dengan membangun kembali jembatan-jembatan yang tidak layak untuk dilewati di beberapa daerah terpencil di Indonesia. Hal ini akan lebih bermanfaat dari pada mahasiswa harus banyak terjun jalan dengan tanpa hasil nyata untuk proses pembangunan bangsa dan negara. Terlalu banyak teori tidaklah efektif dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Pun ketika harus menunggu ulur tangan pemerintah adalah hal yang sia-sia. Kalau bukan kita yang memulai, lalu siapa lagi yang pantas untuk itu?
Perspektif ini aadalah sebuah kontemplasi nyata yang perlu untuk didoktinkan sejak awal kepada para mahasiswa khususnya mereka yang bergelut aktif di organisasi-organisasi intra maupun ekstra kampus. Akar dari nilai nasionalisme harus menjadi landasan dasar dalam bertindak dan menyikapi setiap permasalahan. Etika, intelektualitas, dan progresifitas mimbar bebas akademik adalah hal mendasar yang perlu dicerna oleh setiap mahasiswa. Sehingga dengan begitu generasi muda harapan masa depan dapat menjalankan fungsi dan peran mereka dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Ide ini bukanlah sebuah skeptisme belaka namun sebuah proses pengejawantahan teori dan praktek yang harus dijalankan oleh mahasiswa. Bagaimana menurut anda?

0 komentar:

Posting Komentar